CONTOH-CONTOH MEDIA PERMAINAN EDUKATIF
1. PUZZLE
Puzzle yang dipakai adalah puzzle yang sederhana, gambarnya belum
terlalu rumit dan cocok untuk anak prasekolah sampai umur 8 tahun.
Puzzle ini suatu bentuk permainan beregu yang menugasi pemain untuk
menggabungkan atau merangkai kembali potongan-potongan kertas berbangun
tak beraturan sehingga menjadi suatu bangun atau bentuk tertentu seperti
bujur sangkar, empat persegi panjang, trapesium, jajaran genjang,
lingkaran, dan segi tiga.
Tujuan dari permainan diharapkan mengandung aspek moral dan
inteleknya. Pemainnya adalah anak usia dini, atau prasekolah yang baru
belajar mengenal bangun dan bentuk. Alat pada permainan ini adalah
kertas berbangun tertentu, misalnya bujur sangkar, kemudian dipotong
menjadi beberapa bagian dan beragam bentuknya.
Sebelum permainan dimulai guru menjelaskan terlebih dahulu
macam-macam bentuk sederhana dan bangun. Guru memimpin permainan dan
menjelaskan bahwa dalam permainan ini diperlukan kerjasama dan
kebersamaan. Guru juga memberi contoh kerjasama dalam kehidupan nyata,
misalnya kerja bakti membersihkan halaman rumah, membangun jalan dan
lain sebagainya. Guru juga memberi contoh macam-macam benda yang mirip
dengan bentuk bangun tersebut yang bisa ditemui dalam kehiupan
sehari-hari. Setelah itu guru menjelaskan ciri-ciri dari bangun yang
akan dimainkan tersebut, misalkan jumlah sisinya, bentuk sudutnya. guru
mengumumkan bahwa anak-anak akan diajak bersama-sama memainkan permainan
membentuk bangun/bentuk itu; kemudian pemimpin permainan mempersiapkan
tempat dan alatnya dengan sedapat mungkin melibatkan anak-anak.
Selanjutnya guru pemimpin permainan merekrut pemain. Jumlah pemain
adalah sama dengan jumlah kepingan kertas yang tersedia dalam satu set
alat permainan. Pemain kemudian diminta berdiri mengelilingi meja tempat
permainan. Anak-anak yang lain diminta menonton jalannya permainan.
Kemudian guru menjelaskan bahwa potongan-potongan kertas itu bisa
dibentuk kembali apabila disusun menjadi satu.
Guru pemimpin permainan harus pula menjelaskan bahwa kerja sama juga
diperlukan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya (pemimpin permainan harus
menunjukkan contohnya yang dapat dilihat oleh anak-anak dalam lingkungan
masing-masing, misalnya membuat rumah, membersihkan got/ sungai, menata
rumah, dan menjaga rumah atau menjaga keamanan kampung.
Saat memulai permainan, guru membagikan kepingan-kepingan kertas
permainan kepada pemain. Satu orang pemain mendapatkan satu kepingan.
Kepada pemain dijelaskan bahwa mereka bertugas menata kembali kepingan
kertas itu sehingga menjadi bangun/bentuk tertentu (misalnya empat
persegi panjang). Aturan main juga dijelaskan, yakni: (a) Para pemain
tidak boleh saling berbicara dengan sesama pemain; (b) Para pemain tidak
boleh meminta kepingan kertas kepada pemain lain; (c) Para pemain tidak
boleh memberi kode, isyarat dan petunjuk lainnya kepada pemain lain;
(d) Para pemain boleh memberikan kepingan kertas pegangannya kepada
pemain lain yang membutuhkan untuk menyelesaikan bangun/bentuk tersebut
(tetapi sama sekali tidak boleh meminta.
Kemudian guru mengajak anak-anak untuk membahas jalannya permainan Yang
perlu dibahas terutama adalah: (a) apakah para pemain dan anak-anak
lainnya telah benar-benar mengenal bangun yang dimainkan itu? (b) apakah
“rahasia” kelancaran atau kelambatan para pemain dalam membentuk bangun
yang dikehendaki? (c) apakah ada hambatan dalam kerja sama para pemain,
misalnya apakah ada yang cenderung mendekte, “tidak sabaran”, “suka
ngambek” dan sebagainya? (d) perlunya kerja sama dan perlunya
pengendalian diri dalam kerja sama. Dengan prosedur yang serupa, bentuk
permainan ini dapat dikembangkan sehingga dapat dimainkan untuk
memperkenalkan warna, binatang, tanaman, dan bilangan.
Perlakuan setelah permainan ini hendaknya lebih dipentingkan daripada
Permainan Puzzle sebagai salah satu bentuk permainan edukatif itu
sendiri. Tanpa perlakuan setelah permainan, maka maksud dan tujuan
permainan edukatif yakni untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
kerjasama siswa tidak akan pernah tercapai, sehingga permainan itu lebih
dari permainan pelipur lara belaka
2. BUILDING BLOCK
Building Block dapat dibuat dari kayu ataupun plastik. Biasanya
permainan ini membangun rumah, istana, ada jembatan dan banyak pilihan
bangunan lainnya. Pada prinsipnya permainan ini ialah membangun atau
mendirikan suatu bangunan. Anak dibagi dalam beberapa kelompok, misalnya
5 orang. Kemudian tiap kelompok diberi potongan-potongan bangunan yang
nantinya akan dibangun. Sebelumnya guru menjelaskan aturan permainannya.
Tidak ada siswa yang boleh bertukar atau mencari potongan lain pada
kelompok lain. Jadi dari potongan yang diberikan guru harus dibangun
semua.
Nilai yang diambil dari permainan ini adalah kecepatan, kebersamaan dan
yang paling penting adalah kerjasama anak dalam membangun. Sebernarnya
kecepatan tidak terlalu diutamakan, tetapi untuk memotivasi anak hal itu
harus disampaikan. Setelah dibagi dalam kelompok, guru memimpin
permainan. Guru hanya memberi arahan dan motivasi dari permainan itu.
Setelah selesai guru menilai kecepatan, dan kerjasama sari masing-masing
kelompok. Setelah itu guru memberi evaluasi bahwa dari permainan tadi
banyak nilai-nilai yang di dapatkan. Misalnya kerjasama, guru
menjelaskan bahwa dalam hal apapun jika dikerjakan bersama-sama akan
lebih ringan dan cepat selesai. Guru juga menjelasskan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari sangat diperlukan kerjasama, baik di sekolah, di
rumah, atau di masyarakat.
E. PRINSIP-PRINSIP PADA MEDIA PERMAINAN EDUKATIF
1. PRINSIP PRODUKTIVITAS
Permainan edukatif harus dapat mengembangkan sikap produktif pada diri
anak sebagai pengguna dan pemain dalam permainan itu sendiri. Sehingga
dari permainan itu akan mengena dan tersimpan di memori anak sehingga
suatu saat anak mampu menginovasi atau menciptakan sesuatu yang baru.
2. PRINSIP AKTIVITAS
Permainan edukatif harus mampu mengembangkan sikap aktif pada anak.
Sehingga permainan edukatif mampu mengembangkan motorik kasar dan
motorik halus pada anak.
3. PRINSIP EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI
Prinsip ini menjadi tolak ukur dari efek permainan edukatif yang
digunakan. Jadi dalam hal ini guru sebagai fasilitator dituntut cerdas
untuk memilih permainan edukatif yang memiliki muatan pendidikan dan
cocok untuk anak.
4. PRINSIP KREATIVITAS
Melalui permainan, diharapkan anak mampu merancang sesuatu yang baru dan
berbeda dan menimbulkan kepuasan pada anak. Meskipun permainan itu
mudah dan murah, tapi anak akan tetap memiliki rasa penasaran untuk
membongkar atau merusaknya.
5. PRINSIP MENDIDIK DENGAN MENYENANGKAN
Permainan eduukatif harus memperhatikan sisi kemampuan anak. Dari
permainan diharapkan anak merasa senang dengan permainan yang dimainkan
namun, tanpa disadari ternyata permainan yang dikembangkan bermanfaat
untuk mengembangkan IQ, EQ danSQ .
F. DAMPAK PERMAINAN EDUKATIF BAGI ANAK
1. Mampu melatih konsentrasi pada anak
Semakin dini usia anak semakin terbatas pencurahan perhatiannya. Oleh
karena itu permainan dan pengajaran yang menggunakkan alat dan media
yang baik akan membantu mempertahankan daya tangkap murid.
2. Mengajar dengan lebih cepat dengan waktu relatif singkat
Bila pelajaran hanya disampaikan dengan kata-kata saja, mungkin bisa
tersampaikan atau salah paham. Namun dengan bantuan alat dan media yang
baik, guru bisa menjelaskan dalam waktu cepat dan mencapai indikator
kebnerhasilan belajar lebih cepat.
3. Menambah daya pengertian dan ingatan
Dalam menjelaskan sesuatu jika menggunakkan media yang tepat tentu akan
lebih mudah dimengerti dan memperdalam pengalaman belajar serta ingatan
siswa. Melalui indera penglihatan dan pendengaran murid dapat memahami
perbedaan arti, warna , serta bentuk.
4. Membuat proses belajar menyenangkan
Cara mengajar yang monoton tentu akan membosankan. Tetapi bila
didisampaikan dalam bentuk yang berbeda, media yang berbeda tentu akan
menyenangkan dan mampu membangkitkan motivasi belajar anak.
5. Membangkitkan emosi anak
Menyampaikan suatu materi dengan media-media yang menarik tentunya akan
lebih berhasil daripada menggunakan ceramah saja. Dengan media yang
menarik tentu akan membangkitkan emosi anak, perhatian pada materi dan
juga pada media tersebut.
6. Mampu Mengatasi Keterbatasan Bahasa
Perbedaan kebudayaan sering menimbulkan kesalahpahaman, namun dengan
media mampu mengatasi kesalahpahaman akan keterbatasan anak-anak untuk
mengerti suatu bahasa.
7. Meningkatkan rasa sosialisasi pada anak
Permainan yang edukatif tentunya tidak boleh melupakan muatan-muatan
pendidikan bagi anak. Dengan model permainan kelompok tentu akan
menumbuhkan rasa sosial pada anak.
8. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak
Dengan permainan edukatif pasti merangsang anak untuk berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain. Paling tidak dengan permainan edukasi
akan menimbulkan banyak pertanyaan dan imajinasi yang tentunya akan
ditanyakan pada guru, orangtua atau teman sebayanya.
PAUD Smart
Kamis, 27 Juni 2013
Jumat, 14 Juni 2013
Pentingnya PAUD
Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena
itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan,
baik jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun tinggi. Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
Sebelum bicara lebih jauh, apa sih pendidikan anak usia dini? Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang
merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagianak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
Mengapa pendidikan anak usia dini itu sangat penting?
Berdasarkan hasil penelitian
sekitar 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika
anak berumur 4 tahun,8 0% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang
jaringan otak ketika anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya ketika
anak berumur 18 tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan
nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif.
Hal ini berarti bahwa perkembangan yang
terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan
perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga
periode ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan
yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya
datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya.
Menurut Byrnes, pendidikan anak usia dini
akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang
paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. “Saat ini, beberapa taman
kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah
bisa membaca dan berhitung. Di masa TK pun sudah mulai diajarkan
kemampuan bersosialisasi dan problem solving. Karena kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini,” jelas Byrnes.
Selanjutnya menurut Byrnes, bahwa pendidikan anak usia dini
itu penting, karena di usia inilah anak membentuk pendidikan yang
paling bagus. Di usia inilah anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya
menghadapi masa sekolah dan masa depan. Investasi terbaik yang bisa Anda
berikan untuk anak-anak adalah persiapan pendidikan mereka di usia dini.
Ada dua tujuan mengapa perlu diselenggarakan pendidikan anak usia dini, yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Singkatnya, pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Apa perbedaan anak yang mendapatkan pendidikan anak usia dini di lembaga yang berkualitas dengan anak yang tidak mendapatkan pendidikan anak usia dini?
Menurut Byrnes (Peraih gelar Woman of the Year dari Vitasoy di Australia) di lembaga pendidikan anak usia dini
yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat
bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa
mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap
belajar, cepat beradaptasi, dan semangat untuk belajar.
Sementara, anak yang tidak mendapat pendidikan usia dini,
akan lamban menerima sesuatu. Anak yang tidak mendapat pendidikan usia
dini yang tepat, akan seperti mobil yang tidak bensinnya tiris.
Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat memiliki bensin penuh,
mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat baru. Sementara
anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai mesinnya,
jadinya lamban.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumber daya manusia.
Read more: Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Jumat, 17 Mei 2013
Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan judul yang tepat
Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya;
a.sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
b.Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya
c.Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya
2. Waktu Penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut;
a.Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
b.Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
c.Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3. Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.
PRAKTEK BERCERITA
1.Teknik Bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat.
Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan anak
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh;
Jika aku (tepuk 3x)
sudah duduk (tepuk 3x)
maka aku (tepuk 3x)
harus tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b.Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c.“Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d.Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e.Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji
1.Akan duduk rapi dan tenang
2.Akan mendengarkan cerita dengan baik
f. Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men dorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik membuka Cerita
”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita.
Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4. Menutup Cerita dan Evaluasi
a.Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b.Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c.Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d.Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e.Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan Keadaan Darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a.Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b.Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c.Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d.Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e.Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f.Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g.Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h.Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i.Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j.Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k.Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya
Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media dan Alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
PENUTUP
Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita. Akhirnya….SELAMAT BERCERITA!
Contoh cerita
AKIBAT TIDAK PATUH PADA NASEHAT
Membuka cerita
1.Adakan tanya jawab dengan anak-anak, tentang tumbuhan dan binatang apa saja yang ada di dalam laut, baik dari pengamatan langsung maupun film dokumenter.
2.Simulasi : Anak-anak menjadi batu karang yang tenang.
Tersebutlah kisah seekor anak ikan badut dan induknya yang berwarna belang-belang kuning dan putih. Mereka sedang berenang dalam lautan. Sambil berenang, induk ikan mengajarkan anak kesayangannya bagaimana cara menjaga keselamatan diri dalam kehidupan di laut. “nak, Ibu akan jelaskan keadaan bahaya apa saja yang akan selalu kita hadapi.
Penutur cerita : memunculkan suara air, gelembung dan ombak.
Anak ikan bertanya, “bunda masih banyakkah yang belum ananda ketahui?”.
Penutur cerita:
1.Bersuara kecil dan ketus
2.Gerak dan ekspresi; berputar-putar menjelajahi panggung cerita, dengan riang dan bergerak bebas.
Induk ikan berkata, “wahai anakku yang kukasihi ada hal yang sangat penting yang akan ibu sampaikan…..para ikan yang pandai dan berpengalaman, selalu memberitahukan kepada seluruh warga laut adanya suatu bahaya besar. Ibu berharap ananda memperhatikan apa yang ingin ibu katakan. Suatu hari nanti ananda akan diuji godaan-godaan yang menipumu. Ananda akan berjumpa seekor cacing yang sungguh enak…dan diujungnya ditusuk oleh mata kail serta diikat pada tali yang tidak tampak oleh mata biasa.
Cacing itu sungguh menggiurkan dan lezat sehingga ananda tidak berpikir tentang apapun kecuali ingin menikmati makanan tersebut.Tetapi ananda harus ingat cacing itu adalah tipu muslihat manusia yang akan menculik ananda ke alam lain yang penuh sengsara.”
Penutur cerita :
1. Suara besar, halus, cemas
2. Gerak berputar menjelajahi panggung, dengan mata focus ke titik tertentu ( posisi anak ikan )
3. Alat bantu selendang sebagai sirip.
“Alam apa itu ibu?” Tanya anak ikan
Penutur cerita: kurang memperhatikan
“Jika ananda masuk ke perangkap manusia itu,leher nanda akan ditarik oleh besi yang melengkung tajam dan ananda akan merasa kesakitan saat mulut ananda terkait. Kemudian manusia akan menarik ananda ke permukaan laut, ananda akan dicampakkan seperti sampah di perahu mereka dan ananda akan merasa panas karena ananda bukan lagi dikelilingi oleh air laut tetapi oleh udara.
Penutur cerita : Peragakan ekspresi ketakutan, adegan ditarik dengan pancingan, ketegangan saat mengalami kebutaan.
Kemudian mereka akan membawa ananda ke pasar dan menjual ananda. Manusia akan menusuk-nusuk badan ananda sebelum ada yang membawa ke rumah mereka.
Penutur cerita : menggambarkan kebengisan nelayan dan pembeli ikan di pasar.
“Siksaan mereka belum selesai. Manusia itu mengiris daging, memberi garam. Aduh pedihnya ! Ibu tidak dapat bayangkan.”, kata induk ikan sambil tunduk ketakutan. “Setelah dibolak-balikan, ananda akan melihat minyak yang panas, percikannya akan menghancurkan kulit ananda yang halus. Kemudian manusia akan memasukkan ananda ke dalam minyak yang panas itu, sehingga daging dan kulit ananda hancur berubah warna.”
Penutur memperagakan ikan yang kepanasan serta teriakan-teriakan yang sangat kepanasan.
“Akhirnya, ananda akan dimakan oleh manusia yang tidak mengenal belas kasihan. Semua siksaan itu berawal dari godaan cacing tadi. Ibu berpesan agar ananda ingat dan berhati-hati di laut lepas ini.”
Penutur memperagakan seorang laki-laki rakus sedang makan ikan dan hanya tersisa tulangnya saja. Juga memperagakan ulah ketakutan induk ikan dengan tertunduk dan menangis tersedu-sedu.
Anak ikan hanya mengangguk-anggukan kepalanya, dalam hatinya masih tidak yakin karena belum pernah ketemu cacing yang seperti itu. “Ah, ibu penakut, dikiranya aku ini bodoh dan tidak bias mengurus diriku sendiri.”
Penutur cerita memperagakan anak ikan berjalan bolak-balik dengan riang dan ekspresi angkuh.
Suatu hari, anak ikan ini bermain-main dengan teman-temannya. Mereka melihat seekor cacing yang tampak besar dan menggiurkan.
Penutur menggambarkan dan mengekspresikan secara dramatis, dengan gerakan tangan dan tubuh yang menggambarkan betapa besar dan lezatnya cacing tersebut.
Semua ikan-ikan itu, telah mendengar cerita dari orangtua masing-masing, cuma baru sekarang melihatnya sendiri. Masing-masing menolak satu sama lain dan saling melarang temannya agar tidak pergi memakan cacing itu.
Penutur memperagakan adegan saling dorong-mendorong, tarik-menarik antara ikan yang ingin makan cacing dan ikan yang ketakutan.
“Akhirnya, si anak ikan yang tidak yakin dengan cerita ibunya tadi, berkata : “ah, masak benar kata-kata ibuku, makanannya selezat ini tidak akan mendatangkan apa- apa kecuali perut akan kenyang.
Penutur memperagakan kesombongan anak ikan saat berenang mendekati cacing dengan angkuhnya.
Setelah anak ikan itu membuka mulutnya lebar-lebar, dan dengan rakusnya ia makan cacing itu. Tiba-tiba, mulut dan lehernya terasa kesakitan sekali. Setelah berusaha keras mempelepaskan diri, si anak ikan tadi menyesal dan sedih, karena sekarang dia tahu apa yang dikatakannya ibunya memang benar. Tetapi segalanya, sudah terlambat, karena dia tidak patuh pada nasehat ibunya.
Penutur memperagakan usaha melepaskan mata cacing dari leher, teriakan meminta tolong dan kepanikan penuh penyesalan.
Pada usia dini 0-6 tahun, otak
berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak
menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan
buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun
spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut
masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama
Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama
kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi
tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orang tua kadang tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkan si anak. Misalnya, dengan memukul, memberikan pressure
yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau
minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya
karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika
dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih
dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker
gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu
karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia
bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih
keberhasilan. Anda setuju kan?
Banyak yang mengatakan keberhasilan kita
ditentukan oleh seberapa jenius otak kita. Semakin kita jenius maka
semakin sukses. Semakin kita meraih predikat juara kelas berturut-turut,
maka semakin sukseslah kita. Benarkah demikian? Eit tunggu dulu!
Saya sendiri kurang setuju dengan
anggapan tersebut. Fakta membuktikan, banyak orang sukses justru tidak
mendapatkan prestasi gemilang di sekolahnya, mereka tidak mendapatkan
juara kelas atau menduduki posisi teratas di sekolahnya. Mengapa
demikian? Karena sebenarnya kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh
kecerdasan otak kita saja. Namun kesuksesan ternyata lebih dominan
ditentukan oleh kecakapan membangung hubungan emosional kita dengan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Selain itu, yang tidak boleh ditinggalkan adalah hubungan spiritual kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tahukah anda bahwa kecakapan membangun
hubungan dengan tiga pilar (diri sendiri, sosial, dan Tuhan) tersebut
merupakan karakter-karakter yang dimiliki orang-orang sukses. Dan, saya
beritahukan pada anda bahwa karakter tidak sepenuhnya bawaan sejak
lahir. Karakter semacam itu bisa dibentuk. Wow, Benarkah? Saya katakan
Benar! Dan pada saat anak berusia dini-lah terbentuk karakter-karakter
itu. Seperti yang kita bahas tadi, bahwa usia dini adalah masa
perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk.
Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan
sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat.
Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan
berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari
lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses.
Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan
(hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME
(spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan
pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai
dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan
menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan
berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan
memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak
untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak
mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk
bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung
atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter
anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan
ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan
penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Nah, sekarang kita memahami mengapa membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini itu penting. Usia dini adalah usia emas, maka manfaatkan usia emas itu sebaik-baiknya.
Langganan:
Postingan (Atom)